Jimat



Dulu, saat di bangku SMA, aku sangat menyukai mata pelajaran Bahasa Indonesia. Terutama pada materi menulis karangan. 

Suatu ketika, saat satu per satu para siswa meninggalkan kelas, aku melihat sebuah buku saku tergeletak di atas meja guru. Buku bersampul kuning kecokelatan itu bertuliskan Sejarah Bahasa Indonesia. Hm ... ini tentunya buku guru Bahasa Indonesia yang tadi siang mengajar, sebelum mata pelajaran terkahir.

Aku mengambil buku itu dan menuju lobi sekolah di gerbang utama. Aku tak tahu sang guru berada di kelas yang mana. Ada 7 kelas satu, 8 kelas dua dan 8 kelas tiga. Tidak mungkin rasanya tiap kelas dikunjungi untuk memastikan keberadaan beliau.  Satu per satu guru melewati gerbang utama. Mereka sudah bersiap menuju kendaraan masing-masing untuk pulang. 

Dari kejauhan, terlihat sang guru Bahasa Indonesia juga menuju ke gerbang utama. Aku pun menyeret langkah mendekat ke beliau. 

"Pak, ini buku Bapak yang tertinggal di kelas?" tanyaku pada beliau. 

"Alhamdulillah, iya. Ini buku Bapak. Ini jimat," ucap beliau dengan mata berbinar. 

"Iya, Pak. Tadi ini saya jumpa di atas meja guru," ucapku sambil menyerahkan buku saku itu. 

"Terima kasih ya, Nak. Kamu sudah menyelamatkan jimat Bapak," ucap beliau dengan wajah dipenuhi senyum. 

Aku pun mengangguk dan berpikir tentang buku jimat itu. Hm ... beliau guru Bahasa Indonesia, wajar saja jika buku itu beliau sebut jimat. 

***

Setahun kemudian.

Bel berbunyi. Sudah saatnya kami menjalani waktu istirahat kedua. 

"Hei, Yennita. Congrats, ya ... Bapak dengar melalui radio, kamu juara dua di lomba menulis kategori umum se-Kota Pekanbaru," ucap guru Bahasa Indonesia itu di koridor sekolah. 

"Alhamdulillah ... terima kasih, Pak," ujarku. 

"Bapak bangga nama sekolah kita disebutkan. Teruslah menulis. Banyak orang menjadi besar karena menulis," pesan beliau. 

"Baik, Pak. Insya Allah," ucapku sambil mengangguk.

Aku merenungi ucapan beliau. Banyak orang biasa yang menjadi besar karena menjadi penulis dan menginspirasi jutaan orang. Benar ungkapan Imam Al-Ghazali, 

"Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah."


#BelajarMenulis

#BelajarNge_Blog

Yennita Rahmi

Seorang perempuan yang selalu belajar dan menggali potensi untuk menebar manfaat.

14 Komentar

  1. Menjura, tulisan uang bagus. Bahasa dan tata tulisnya, juara! Salam hormat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, terima kasih Pak. Salam hormat kembali, Pak. 🙏🙏

      Hapus
  2. Guru Bahasa Indonesia dengan jimatnya yg menginspirasi ya Bu.
    Ini jimat Om Jay: 'Menulis setiap hari nantikan apa yg terjadi"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Bu. Jimat yang memotivasi diri untuk belajar.

      Hapus
  3. Tulisan yang perfect. Tentunya sudah diperjuangkan sejak lama. Masih siswa saja sudah juara. Ingin rasanya belajar menulis kepada Ibu secara tatap muka.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masyaallah, masih belajar juga Bu. Boleh kita saling diskusi, saling berbagi. 🙏

      Hapus
  4. Terbayang sangat terkesannya guru bahasa Indonesia kpd Ibu Yennita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saay yang terkesan dengan beliau, Bu. Kalau beliau yang ngajar, saya nego teman yg duduk di depan buat tukeran tempat duduk. ☺️

      Hapus
  5. Jimatnya terbukti ampuh ya Bu. Jangan sampai dibuang.

    BalasHapus
  6. Jimatnya di buktikan keampuhannya....

    BalasHapus
  7. Jadilah penulis yang menginspirasi banyak orang

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama