Gotong Royong Malam Hari

Dua sekawan itu melaju di kegelapan malam. Masjid di kampung sebelah baru saja mereka datangi. Agenda bulanan remaja masjid yang cukup penting di pekan kedua. Semua pengurus perwakilan remaja masjid berkumpul di tempat yang telah ditentukan. Malam itu sedikit berbeda. Anak-anak muda yang sedang berkumpul tersebut melakukan gotong royong membersihkan tempat ibadah dan halamannya.

"Krik ... krik ...." Suara jangkrik terdengar cukup jelas. 

"Dul, bulan depan di kampung kita, jangan sampe lewat tengah malam kayak gini ya acaranya ..." Irul berkata pada Abdul yang sedang mengendarai motor butut milik ayahnya. 

"Ya, kalau pembahasan banyak kayak tadi dan disambung gotong royong, gimana pula membatasinya, Rul," jawab Abdul.

"Kalau bisa, sih ...." Irul berbicara di balik sarung yang menutupi tubuhnya.

"Eh, si Mamat kok nggak datang? tumben amat sih?" tanya Abdul.

"Hm ... nantilah kalau udah nyampe kampung kita, gua ceritain," jawab Irul.

"Kok gitu? cerita aja ding sekarang," ucap Abdul mendesak.

"Jadi, katanya bulan lalu, waktu dia jalan kaki sama si Udin, pas lewat kebun bambu di simpang depan sana, ada liat cewek cantik, rambut panjang,"  Irul mulai bercerita.

"Samperin dong, ya elah. Gua kebetulan nggak ikut aja sih kemarin. Antarin tu cewek pulang, kasian kan malam-malam," Abdul mulai berkomentar. 

"Ya elah, Dul. Jangan bilang-bilang Mamat ya. Dia udah ngompol duluan liat tu cewek cantik nggak napakin bumi," Irul berbicara dengan tawa tertahan.

"Ya ampun ... tu anak penakut banget ya ... haha .... Coba kalau gua yang jumpa udah gua kejar tu cewek," Abdul berseloroh.

"Eh, lo jangan takabur, Dul. Bentar lagi kita lewat kebun bambunya nih ...." Irul menelan ludah.

"Penakut amat lo, Rul ...." Abdul melajukan motornya. 

"Aduh! " seru Abdul. Roda depan motor yang mereka tumpangi masuk ke dalam sebuah lubang.

"Hati-hati, Dul," Irul menepuk bahu temannya itu. Posisi mereka sudah berada tepat di depan kebun bambu. 

"Aduh ... kenapa mesinnya mati? ya elah Rul, nggak biasanya nih motor Babe gua gini. Lubangnya pun kagak besar amat," Abdul menekan tombol starter namun motor tetap mati. Dia pun mencoba mengengkol kendaraan itu. 

"Dul ... lo ... liat tu ...." Irul gemetaran. Tangannya menarik baju Abdul. Kakinya sudah tak sabaran untuk berlari.

"Apaan sih, Rul?" Abdul penasaran.

"Sepertinya i-tu cewek yang dimaksud Ma-Mat ...." Irul semakin ketakutan. 

"Lo tunggu di sini, biar gua samperin, ya ...." Abdul beranjak menuju pohon bambu. 

"Dul!" Irul menunduk menutup matanya degan sarung. Rasa takut membuat tubuhnya  terasa kaku.

Abdul berlari cepat. Memastikan wanita yang dimaksud. Tetiba bayangan itu menghilang. Beberapa saat kemudian, terlihat di sudut kebun. 

"Hihi ...." Suaranya kecil namun melengking. 

"Hei ... sini lo!" Abdul mengejar sumber suara. Tetap saja saat sudah dekat, wanita itu menghilang. 

"Hei!" Abdul menepuk pundak Irul.

"Astaghfirullah .... Dul, apa lo udah kenalan sama tu cewek?" Irul spontan bertanya melihat teman di depannya tersenyum. 

"Ya elah, Rul. Kata Babe gua, nggak perlu takut ama penampakan makhluk macam tadi. Justru dia dalam posisi lemah. Kejar aja, kalau perlu serang ama benda yang kamu pegang!" Abdul bicara berapi-api. 

"Lo berani banget, Dul. Jadi lo mau serang tu cewek cantik? kasian dong ... katanya mo ngantarin pulang .... " Irul bertanya menggoda . 

"Ya elah, Rul. Kalau cantik tapi setan lo mau bantu?" Abdul masih mencoba menghidupkan mesin motornya. Sambil tertawa. 

"Iya juga, sih. Berani amat lo ...." Irul membuka sarung yang menutupi tubuhnya.

"Alhamdulillah, ni motor udah idup lagi. Yuk pulang. Lo nggak ngompol kan?" Abdul mengambil posisi di depan.

"Nggak lah. Haha ... emang gua kayak Mamat ...." Irul tertawa lega. 

"Oke, ayo let's go!" Abdul  memberi aba-aba. Motor dua sekawan itu pun kembali melaju menuju kampung mereka.
Yennita Rahmi

Seorang perempuan yang selalu belajar dan menggali potensi untuk menebar manfaat.

3 Komentar

Lebih baru Lebih lama