Matahari beranjak naik. Panasnya mulai menjalari kulit. Suara burung terdengar di udara. Terbang dari satu pohon ke pohon lainnya. Air pancuran mengalir begitu jernih dari perbukitan. Nuansa desa yang begitu asri. Tanaman hijau membentang memanjakan netra.
Nilam menghela napas. Cucian baju baru selesai dikerjakannya. Kini waktunya menjemur. Pancuran air dan rumahnya cukup dekat. Beban kain yang berat diangkat tangan lembut itu dengan kuat.
"Anak perempuan itu harus cekatan, ngerti pekerjaan rumah ...." Begitulah pesan kedua orang tuanya.
Nilam sangat patuh pada orang tuanya. Walau putri satu-satunya dari empat bersaudara, gadis itu tidak merasakan pendidikan manja dari ayah ibunya.
"Dek, tolong siapkan baju Abang ya, besok mau dipakai mendaki gunung." Salah seorang abang Nilam mengingatkan tentang pakaian yang akan dipakai dan dibawanya. Semua dijawab dan dikerjakan dengan baik oleh Nilam.
"Alhamdulillah, baju sudah terjemur semua," gumam Nilam sambil membereskan ember yang dipakai untuk mencuci.
"Bu, masak apa kita hari ini?" Gadis berambut panjang itu bertanya lembut pada ibunya.
"Ayahmu minta dibuatkan gulai daging dan sambal terasi. Tolong giling bumbu yang sudah ibu siapkan itu ya!" perintah wanita yang telah melahirkannya itu.
"Baik, Bu ...." Nilam sigap melangkah mengambil bumbu yang dimaksud.
"Kamu perhatikan takaran bumbu yang Ibu buat ya, jika tiba waktunya menikah, kamu akan merasakan sendiri. Tanggung jawab sebagai istri itu banyak. Apalagi jika sudah hadir anak-anak." Wanita paruh baya dengan banyak uban di kepalanya itu, memberi nasihat pada putri semata wayangnya.
"Baik, Bu." Wanita tamatan Sekolah Menengah Atas itu menjawab sopan setiap nasihat ibunya.
Nilam mencerna dalam-dalam takdirnya sebagai seorang perempuan. Punya orang tua yang senantiasa menasihati menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri baginya.
***
Lima tahun kemudian, Nilam mengikuti wisudanya di sebuah perguruan tinggi ternama. Gelar sarjana pun disandangnya. Beberapa bulan setelah itu, seorang lelaki meminang Nilam. Memboyongnya ke negeri seberang.
"Ingat ya, Nak. Suami itu surga dan nerakamu. Patuhilah!" Nilam mendengar baik-baik, pesan wanita yang telah membesarkannya dengan susah payah. Air mata mengiringi keberangkatan Nilam. Tinggal bersama suami yang merupakan seniornya di kampus.
***
Kehidupan sebagai istri dijalaninya. Semua pesan orang tua dijalaninya. Banyak kejutan yang ditemui Nilam pada suaminya.
"Bang, apa nggak malu bantuin kerja istri di rumah?" tanya wanita bertubuh langsing dan berkulit putih itu pada suaminya.
"Hm ... nggaklah, Sayang. Justru Abang yang malu belum bisa menghadirkan asisten untuk membantu istri Abang yang cantik ini," Lelaki bertubuh tegap itu tersenyum penuh makna pada sang istri. Roman wajah Nilam merona merah seketika.
"Rasulullah biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu salat, beliau berdiri dan segera menuju salat." (HR. Bukhari)
Mengingatkan beberapa puluh tahun lalu di sebuah pedalaman. Banyak perempuan merasa iri karena istrinya selalu dibantu mencuci baju di sungai besar anak sungai Musi.
BalasHapusIya, Pak. Produk langka itu soalnya. 👍🌟
HapusIndahnya....
BalasHapusAlhamdulillah.. ❤️
HapusWah bahagia sekali miliki suami yg seperyi itu ya...
BalasHapusSepertinya iya, ya Bu. Luar biasa.
HapusIni sepertinya ceritaa nyata yang indah
BalasHapusIya, ya Pak. Kadang di lingkungan kita ada yang seperti ini.
HapusPasti seru bekerjasama dalam membangun kebahagian rumah tangga, tanpa harus menunggu satu sama lain dalam melaksanakan tugasnya..
BalasHapusYup, betul sekali ya, Pak. Keseruan yang penuh romansa. 👍
HapusPekerjaan RT yang mulia.... Ssngat indah dikerjakan bersama. Bahkan dibikin cerita......salam.Bu
BalasHapusBetul sekali, Pak. Keromantisan itu kadang lahir dari kebersamaan. 👍
HapusWah bahagianya berbagi tugas dan saling bantu.
BalasHapusIya, Bu. Betul sekali. Kerja sama yang membuahkan bahagia.
Hapus