Mulai Berbakti dari Pikiran

Dulu, saat di bangku SMP. Suatu hari aku berkunjung ke rumah teman. Hari itu menjelang siang. Hari libur sekolah. Matahari masih belum terlalu garang mengeluarkan sinar panasnya 

"Assalamualaikum," ucapku sembari mengetuk pintu. 

"Wa'alaikumussalam." Terdengar jawaban dari dalam rumah. 

"Eh, nyari Nadia ya, Nak?" Seorang ibu dengan penuh ramah menyambutku. 

"Iya, Tante. Ada sedikit PR yang mau didiskusikan. Sebentar saja," ucapku pada ibu berkaca mata dengan wajah ramah itu. 

"Nadia, ada temanmu datang!" panggil sang ibu sembari mempersilakanku duduk di ruang tamu. 

"Iya, Ma. Bentar ...." Terdengar sahutan dari dalam. 

Aku duduk menunggu sang teman sembari melihat-lihat tugas yang akan dikerjakan. Nadia kemudian datang dan kami berdiskusi. 

"Ayo, Nak ... dimakan," ucap sang ibu sembari menghidangkan makanan dan minuman. 

"Makasih, Tante. Tapi, saya puasa," jawabku.

"Puasa apa, Nak?" tanya sang ibu. 

"Puasa Nazar, Tante," jawabku singkat. 

"Oh ya, maaf Tante nggak tau," jawabnya kemudian beranjak ke belakang. 

Hatiku sebenarnya tidak enak. Karena makanan sudah dihidangkan. Jika puasa sunah, aku tentu akan membatalkannya. 

Diskusi kami berdua berjalan lancar. Tugaspun selesai. Aku berpamitan pada Nadia dan ibunya. 

"Nak, hati-hati di jalan. Ini kamu bisa bawa pulang, buat buka puasa nanti," ujar ibunya Nadia sembari menyerahkan sebungkus plastik makanan untukku. 

"Terima kasih, Tante," jawabku sembari mengambil plastik makanan tersebut. 

***

Sekolah berjalan seperti biasanya. Kami melakukan aktivitas rutin dan pembelajaran. Waktu istirahat pun tiba. 

"Ibu kamu baik ya, Nadia," ucapku membuka percakapan. Kami duduk di bawah sebuah pohon. 

"Hm ... baik sama kamu mungkin," jawabnya dengan nada sinis. 

"Maksudnya apa ya?" tanyaku tak mengerti. 

"Mama aku tu, sama kamu mungkin baik, tapi kalau sama aku ...." Teman perempuan di sampingku kemudian terdiam, dia mengaduk-aduk gelas minuman yang ada di tangannya. 

"Dia tidak mengerti dengan apa yang aku rasakan," lanjutnya. 

"Emangnya kenapa?" tanyaku penasaran. 

"Apa-apa dilarang. Aku mau nginap di rumah Tika aja dilarang. Apa salahnya coba? Dekat pun rumahnya dari tempatku," cerita gadis beralis tebal itu padaku. 

"Dia sering marah-marah nggak jelas," lanjutnya. 

"Nggak jelas?" tanyaku lagi. 

"Iya ... kalau sudah marah, ngeri aku," ujarnya sembari merapikan duduknya. 

"Emangnya kenapa mamamu melarang nginap di rumah Tika?" tanyaku.

"Iya, katanya tidak aman anak gadis nginap di rumah orang." Gadis itu semakin bersemangat untuk cerita.

"Oh ... gitu, jadi kamu marah nggak dibolehin?" aku masih bertanya dan penasaran.

"Iya, terlalu berlebihan, menurutku," jawabnya. 

Suasana kemudian hening. Kami larut dalam pikiran masing-masing.

"Hm ... aku pergi dulu, ya," ucapku sambil beranjak dari tempat duduk. 

"Kamu mau ke mana? Kan belum jam masuk," tegurnya memperhatikanku. 

"Mau main di pustaka," ucapku singkat. 

"Ikut," ujarnya sambil beranjak dari tempat duduk.

***

Aku, kamu dan kita semua yang masih memiliki ibu. Wanita yang derajatnya dimuliakan sang Pencipta. Allah Swt. memerintahkan kita berbakti dengan cara memikirkan apa pengorbanan yang telah dilalui ibu kita, dalam QS. Luqman ayat 14 Allah Swt. berfirman, 

_"Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu. Hanya kepada-Ku kembalimu."_

Sebuah bakti yang diawali dengan memikirkan segala kebaikan dan pengorbanan yang wanita mulia itu lakukan untuk kita. Jangan sampai rasa sombong mematikan hati kita yang selalu mengajak untuk berdialog. Dengarkanlah hati nurani dan renungkanlah. Allah Swt. berfirman dalam QS. Maryam ayat 32 yang artinya, 

"Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka."

Ibu, maafkan aku yang masih tertatih untuk berbakti padamu. Semoga Allah Swt. selalu menuntunku pada kebaikan dan menghadirkan hal-hal baik padamu. 
Selamat Hari Ibu. 
Terima kasih telah menjadi ibu terbaik di dunia ini. ❤️

Semoga Allah gugurkan segala dosamu dari tiap helaan napas yang engkau keluarkan. Karena engkau telah menghadirkan kehidupan untukku.
 Terima kasih ibuku. 
Engkau adalah ibu yang sempurna untukku.❤️❤️
Yennita Rahmi

Seorang perempuan yang selalu belajar dan menggali potensi untuk menebar manfaat.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama